PERUBAHAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN DAN ORANG PRIBADI
Sidang paripurna DPR resmi mengesahkan Undang-Undang atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selanjutnya UU ini tinggal diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, sebelum resmi berlaku. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU). Dengan demikian, semua aturan yang berada di dalamnya harus dilaksanakan mulai tahun depan. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menyepakati RAncangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang dala sidang paripurna pada 07 Oktober 2021. Dari perwakilan pemerintah di hadiri Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang hadir secara virtual.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan UU HPP
ini bertujuan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan
berkepastian hukum, serta melaksanakan reformasi administrasi, perpajakan
konsolidatif, dan perluasan basis pajak. Sri Mulyani meyakini UU HPP ini mampu
meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian,
optimalisasi penerimaan negara, menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan
dan berkepastian hukum dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.
RUU HPP merupakan bagian dari rangkaian reformasi perpajakan
yang menjadi salah satu ikhtiar bersama bangsa Indonesia dalam mewujudkan
cita-cita Indonesia Maju. Reformasi perpajakan ini selaras dengan upaya negara
dalam mempercepat pemulihan ekonomi serta mendukung pembangunan nasional dalam
jangka panjang.
Di samping itu, RUU HPP bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, menutup celah praktik-praktik erosi
perpajakan, instrumen untuk mewujudkan keadilan, serta memberikan kepastian
hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, serta memperbaiki sistem
perpajakan Indonesia.
Sebanyak 8 fraksi menyatakan setuju, kecuali fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan mereka tetap menolak RUU ini sebagaimana yang sudah disampaikan saat
pembicaraan di tingkat komisi. Sehingga akhirnya, Muhaimin pun langsung
mengetuk palu pengesahan tanda RUU ini disetujui DPR. Meski tidak secara bulat,
tapi mayoritas fraksi partai memberikan persetujuan. Ada sejumlah materi muatan
atau substansi yang termuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang
belum bernomor ini.
Sebelumnya, RUU ini telah disepakati di tingkat komisi pada
Rabu, 29 Oktober 2021. Beleid baru ini pun menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan yang sudah beberapa kali diubah.
Meski demikian, RUU ini akhirnya tetap disetujui DPR. Ada
beberapa ketentuan baru yang diatur di dalamnya, mulai dari kenaikan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Karbon, sampai Tax Amnesty Jilid II.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P, dalam laporan akhir
pembahasan RUU HPP, mengatakan UU ini memuat 9 bab dan 19 pasal. Pertama, judul.
Penyusunan RUU HPP menggunakan metode omnibus law, sehingga mengubah atau
menghapus sejumlah pasal di beberapa UU terkait. Seperti UU No.6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; UU No.7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan; UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Kemudian UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai; UU No.2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU. Selanjutnya, UUNo. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
UU ini terdiri dari 106 halaman, 9 bab, dan 19 pasal.
Pertama yaitu Bab II tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
mengatur soal rencana penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Penggunaan Nomor Induk Kependudukan
(NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan
terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah administrasi Wajib Pajak
Indonesia, khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi. Program ini akan mempermudah
aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak.
Terkait asistensi penagihan pajak
global kerjasama bantuan. Penagihan pihak antar negara, dilakukan melalui kerja
sama negara mitra secara resiprokal. Hal ini dilakukan sebagai wujud peran aktif
Indonesi dalam kerja sama internasional.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P yakin program
tersebut akan mempermudah aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak.
Selain itu, terkait asistensi penagihan pajak global kerja sama bantuan
penagihan pajak antar negara dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara
resiprokal. Langkah tersebut dilakukan sebagai wujud peran aktif Indonesia
dalam kerja sama internasional.
Lalu, ada juga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
diatur dalam Bab IV tentang PPN. Lewat beleid ini, tarif PPN 11 persen mulai
berlaku 1 April 2022. Lalu, tarif 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025.
Selanjutnya, ada juga aturan soal Tax Amnesty yang diatur
dalam Bab V tentnag Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Lewat program
ini, maka wajib pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan harta bersih yang
belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sepanjang Direktur
Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang
dimaksud.
Lalu, ada juga Bab VI yang mengatur soal Pajak Karbon. Lewat
beleid ini, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbon
dioksida ekuivalen (CO2e).
UU HPP terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal. Dengan adanya aturan
ini, sejumlah aturan pajak mengalami perubahan :
Tarif PPh tersebut naik 5% dibanding yang berlaku saat ini
yakni sebesar 30% untuk penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun. Artinya, ini
adalah aturan baru yang berlaku bagi orang kaya di dalam negeri.
Selain itu, penghasilan kena pajak untuk lapisan pertama
yang dikenakan tarif 5% diubah, dari tadinya hingga Rp50 juta per tahun menjadi
Rp60 juta per tahun.
Selanjutnya, tarif PPN akan kembali naik menjadi 12% mulai 1
Januari 2025. “PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi
15%,” bunyi pasal 7 ayat (3).
“Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
sebesar 22% yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022,” kutipan isi Pasal 17
ayat (1) draf UU HPP.
Dalam Pasal 6 UU HPP tersebut, wajib pajak bisa menyampaikan
surat pernyataan itu kepada Direktorat Jenderal Pajak sejak 1 Januari 2022
hingga 30 Juni 2022.
“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai
dengan tanggal 30 Juni 2022,” kutipan Pasal 6 ayat (1).
“Dalam hal tarif harga karbon di pasar karbon lebih rendah
dari Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang
setara, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per kilogram
dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara,” kutipan UU tersebut dalam
Bab VI Pasal 13 ayat (9).
Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memerhatikan peta
jalan pajak karbon dan/atau peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon
yang dimaksud yakni memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor
prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan, dan/atau
keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
Sedangkan kebijakan peta jalan pajak karbon adalah yang
ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR RI. Subjek pajak karbon yaitu
orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau
melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Perubahan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Orang Pribadi
A. Perubahan Pajak
Penghasilan (PPh) Badan
Tarif PPh Badan mulai tahun pajak 2022 diubah menjadi
22 persen, dari yang diatur dalam UU PPh sebesar 20 persen. Terhadap
pelaku usaha UMKM berbentuk badan dalam negeri tetap diberikan insentif
penurunan tarif sebesar 50% sebagaimana diatur dalam Ps 31E. penambahan threshold peredaran
bruto tidak kena pajak bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). selanjutnya,
pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22% dalam mendukung penguatan basis
pajak. Serta pengaturan tentang penyusutan dan amortisasi. Menurutnya, kebijakan-kebijakan
yang diambil ini merupakan bentuk perlindungan terhadap UMKM dan masyarakat
berpenghasilan rendah.
Tahun Pajak |
Tarif UU PPh |
Tarif RUU HPP |
Tahun 2020-2021 |
22% |
|
Tahun 2022- dst |
20% |
22% |
B. Perubahan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
Dalam UU HPP, Tarif Pajak PPh Orang Pribadi diubah. Ada dua
poin perubahan, yakni batas bawah range penghasilan diubah dan ditambahkannya
range tarif batas atas. Berikut ini tarif pajak terbaru PPh ORang Pribadi yang
berlaku mulai tahun pajak 2022:
Lapisan Tarif |
Rentang Penghasilan (lama) |
Tarif (lama) |
Rentang Penghasilan (baru) |
Tarif (baru) |
I |
0 – Rp 50 juta |
5% |
0 – Rp 60 juta |
5% |
II |
>Rp 50 – 250 juta |
15% |
>Rp 60 – 250 juta |
15% |
III |
>Rp 250 – 500 juta |
25% |
>Rp 250 – 500 juta |
25% |
IV |
>Rp 500 juta |
30% |
>Rp 500 juta – 5 miliar |
30% |
V |
- |
- |
>Rp 5 miliar |
35% |
Tarif Baru PPh Sesuai UU HPP 2021
Dengan pengesahan ini, lapisan penghasilan orang pribadi
(bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) terendah 5 persen
dinaikkan menjadi Rp60 juta dari sebelumnya Rp50 juta, sedangkan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap. Kenaikan batas lapisan (layer) tarif terendah
ini memberikan manfaat kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah
untuk membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya. adanya perbaikan pengaturan
lampiran tarif PPh orang pribadi yang berpihak pada lapisan penghasilan
terendah yang saat ini sebesar Rp60 juta. Kemudian adanya penambahan lapisan
tarif PPh (WPOP) sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5
miliar.
Di sisi lain, pemerintah mengubah tarif dan menambah lapisan
(layer) PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di
atas Rp5 miliar. Perubahan-perubahan ini ditekankan untuk meningkatkan keadilan
dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah, termasuk
pengusaha UMKM orang pribadi maupun UMKM badan, dan bagi orang pribadi yang
lebih mampu harus membayar pajak lebih besar.
RUU HPP juga menetapkan tarif PPh Badan sebesar 22 persen
untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya, sejalan dengan tren perpajakan global
yang mulai menaikkan penerimaan dari PPh dengan tetap dapat menjaga iklim
investasi. Tarif ini lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh Badan rata-rata
negara ASEAN (22,17%), negara-negara OECD (22,81%), negara-negara Amerika
(27,16%), dan negara-negara G-20 (24,17%).
Lebih lanjut, RUU HPP juga mengatur perluasan basis Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas
PPN. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan,
jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya akan
diberikan fasilitas dibebaskan PPN.
Sementara itu, pemerintah juga menetapkan tarif tunggal
untuk PPN. Kenaikan tarif PPN disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu
menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1
Januari 2025. Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha
yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Jika dilihat
secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia
sebesar 15,4%, dan juga lebih rendah dari Filipina (12%), China (13%), Arab
Saudi (15%), Pakistan (17%) dan India (18%).
Dalam RUU HPP juga terdapat terobosan baru yaitu
mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan.
Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) orang pribadi akan semakin memudahkan Wajib Pajak orang pribadi
dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Meskipun demikian, penggunaan NIK tidak berarti semua WNI
wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan
objektif untuk membayar pajak, yaitu apabila orang pribadi mempunyai
penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai
peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga diterapkan dalam
RUU HPP ini. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela
Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian
hukum, serta kemanfaatan. PPS akan berlangsung pada 1 Januari-30 Juni 2022.
RUU HPP merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
rangkaian reformasi perpajakan yang telah dilakukan selama ini, baik reformasi
administrasi maupun reformasi kebijakan. RUU ini juga akan menjadi batu pijak
yang sangat penting bagi proses reformasi selanjutnya. Implementasi berbagai
ketentuan yang termuat dalam RUU HPP diharapkan akan berperan dalam mendukung
upaya percepatan pemulihan perekonomian dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar