KONSEP PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21, 22, 23, 24, 25 DAN 26
KONSEP PAJAK PENGHASILAN (PPh)
PASAL 21, 22, 23, 24, 25, 26
A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
PPh
pasal 21 merupakan pajak yang diatur oleh pemerintah kepada setiap karyawan
atau buruh yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang dilakukannya. Pajak
penghasilan ini diatur dalam Pasal 21 tentang perpajakan penghasilan.
Tidak
hanya sebatas karyawan, seseorang yang mengikuti aktivitas kegiatan perlombaan,
kepanitiaan, dan peserta rapat, serta mendapat honorarium atas kegiatannya
tersebut turut serta dipotong pajak dengan PPh pasal 21.
Wajib
pajak yang dikategorikan ke dalamnya yaitu meliputi pegawai, penerima uang
pesangon, pensiunan, JHT dan ahli warisnya, serta profesi yang memberikan jasa
seperti dokter, guru, pengacara, akuntan, notaris, konsultan, dan
aktuaris.
Dasar Hukum PPh 21
Pengenaan
PPh pasal 21 berdasarkan kepada peraturan pemerintah dari Direktorat Jenderal
Pajak yang bernomor PER-32/PJ/2015 yang mengatur tentang pembebanan penghasilan
kena pajak atas semua profesi yang dilakukannya.
Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang lainnya yang mengatur tentang pajak
penghasilan yang harus dibebankan kepada setiap warga negara Indonesia yang
memiliki penghasilan atas profesinya.
Dasar
hukum yang mengatur PPh pasal 21 ini pun diperkuat dengan adanya keputusan
menteri keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan No. 102/PMK. 010/2016 yang mengatur
dasar-dasar pengenaan hukum penghasilan yang wajib dipotong pajak.
Besaran Tarif PPh 21
Tarif
PPh pasal 21 yang dibebankan kepada setiap wajib pajak dipresentasikan
berbeda-beda sesuai dengan besaran penghasilan yang diterima oleh wajib pajak
tersebut. Adapun besaran tarifnya sebagai berikut:
1.
Rp50.000.000 – Rp250.000.000
Wajib
Pajak yang memperoleh penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- hingga
mencapai Rp250.000.000,- adalah sebesar 15% sebagaimana telah diatur dalam
Undang-Undang Perpajakan.
2.
Rp250.000.000 – Rp500.000.000
Wajib
Pajak yang memperoleh penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- hingga
mencapai Rp500.000.000,- maka akan dikenakan tarif pajak sebesar 25%,
sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang perpajakan.
PPh
atau Pajak Penghasilan pasal 22 dikenakan kepada badan usaha tertentu, baik itu
milik pemerintah maupun milik swasta. Pajak penghasilan ini dikenakan bagi
wajib pajak badan yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan
re-impor. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/2019 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang
Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, pemerintah melebarkan badan-badan
yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Jadi, PPh 22 adalah
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan barang.
B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, objek pajak PPh Pasal 22 adalah barang yang dianggap menguntungkan. Maksudnya adalah baik penjual maupun pembeli sama-sama bisa mengambil keuntungan dari transaksi perdagangan tersebut. Sedangkan subjek pajak untuk PPh Pasal 22 yaitu:
1.Badan Usaha meliputi industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
5. Pedagang pengumpul (pengumpul hasil hutan, perkebunan, pertanian, dsb).
Sedangkan
untuk tarif PPh pasal 22 perlu dipahami dengan baik, mengingat beragamnya objek
kena pajak yang dimilikinya. Untuk itu, perhatikanlah penjelasan berikut ini
guna memahami pemungutan tarif PPh pasal 22.
1. Impor
Jika
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif yang dikenakan adalah 2,5% x
nilai impor. Sementara untuk non-API, tarifnya sama dengan 7,5% x nilai impor
dan untuk impor yang tidak dikuasai dikenakan tarif 7,5% x harga jual lelang.
2. Pembelian Barang
Jika
pembelian barang dilakukan Bendahara Pemerintah, DJPB, dan BUMN/BUMD, tarif
yang dikenakan adalah 1,5% x harga pembelian belum termasuk PPN dan
tidak final.
3. Penjualan Hasil Produksi
Sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, barang yang kena Pajak PPh Pasal 22
meliputi: semen (tarif 0,25% x DPP PPN), kertas (tarif 0,1% x DPP PPN), produk
baja (0,3% x DPP PPN), dan produk otomotif (0,45% x DPP PPN). Semua tarif
tersebut bersifat tidak final.
4. Pembelian Bahan Untuk Keperluan Industri
Jenis
ini juga dikenakan kepada eksportir dan pedagang pengumpul dengan tarif 0,25 %
x harga pembelian dan ini tidak termasuk PPN.
5. Impor Kedelai, Gandum dan Tepung Terigu
Apabila
menggunakan API, maka tarif yang dikenakan sebesar 0,5% x nilai impor.
C. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Tarif PPh 23 dan Objeknya
Tarif
PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan
2%, tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar
tarif dan objek PPh Pasal 23 :
Dividen,
kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
Hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan.
4.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif
mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015.
5.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari
tarif PPh Pasal 23.
6.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
a. Pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;
b. Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
c. Pembayaran
kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
d. Pembayaran
penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
kepada pihak ketiga).
Jumlah
bruto tersebut tidak berlaku atas:
a. Penghasilan
yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
b. Penghasilan
yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat
final;
c. Pembayaran
gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan
atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan
daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium;
d. Pembayaran
kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material
terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian
atas pengadaan barang atau material;
e. Pembayaran
melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur
tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
Pembayaran
kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini
berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak
ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.
62 Jenis Objek PPh 23
Objek
PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa
lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut ini
adalah daftar lengkap objek PPh Pasal 23, tarif dan cara buat hitung, setor dan
e-Filing yang mudah, cepat, aman dan gratis!
Berikut
ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
1. Penilai
(appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi,
pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan
kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang
(design);
8. Pengeboran
(drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang
dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang
di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10. Penambangan
dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
11. Penunjang
di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan
hutan;
13. Pengolahan
limbah;
14. Penyedia
tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara
dan/atau keagenan;
16. Bidang
perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian
suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing
film;
20. Pembuatan
sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet,
baliho dan folder;
21. Jasa
sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan
dan/atau pengelolaan website;
23. Internet
termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan,
pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25. Instalasi/pemasangan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan
kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan
dan keamanan;
30. Penyelenggara
kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan
tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian
hama;
33. Kebersihan
atau cleaning service;
34. Sedot septic
tank;
35. Pemeliharaan
kolam;
36. Katering
atau tata boga;
37. Freight
forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan
dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium
dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan
parkir;
44. Penyondiran
tanah;
45. Penyiapan
dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan
dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan
tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan
hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi
kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan
pelabuhan;
55. Pengangkutan
melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan
penitipan anak;
57.Pelatihan
dan/atau kursus;
58. Pengiriman
dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
D. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda
Ada
beberapa situasi dimana seorang wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar
pajak, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Oleh karena itu,
jenis pajak ini, yaitu PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24),
mungkin dapat berlaku untuk Anda.
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan
dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham
dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan
berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
bergerak.
3. Penghasilan
berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
4. Penghasilan
berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Pendapatan
dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan
dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan
dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
Koreksi PPh Pasal 24
Adanya
koreksi di luar negeri, yang menyebabkan pajak atas penghasilan terutang di
luar negeri dilaporkan lebih besar dalam SPT Tahunan, dan menyebabkan pajak di
luar negeri tertera kurang bayar, maka akan berakibat kemungkinan PPh yang di
Indonesia menjadi kurang bayar.
Nah,
untuk yang satu ini, wajib pajak bisa melakukan koreksi sendiri dengan
melakukan pembetulan atas SPT. Jika pembetulan sudah dilakukan, maka bunga
terutang atas pajak yang kurang dibayar tidak akan ditagih.
Jika
koreksi yang terjadi menyebabkan penghasilan terutang luar negeri lebih kecil
daripada yang dilaporkan dalam SPT, maka akan menyebabkan laporan pajak luar
negeri lebih bayar.
Adanya
koreksi ini mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil.
Akibatnya PPh kelebihan bayar. Kelebihan ini bisa dikembalikan setelah
dilakukan perhitungan dengan utang pajak yang lain.
E. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pajak
penghasilan pasal 25 (PPh 25) memuat aturan tentang bagaimana Wajib Pajak
mengangsur kewajiban pajak di muka, sehingga Wajib Pajak tidak mempunyai beban
utang pajak yang besar yang harus dibayar ketika batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Kewajiban angsuran pajak ini akan
timbul ketika Wajib Pajak mempunyai utang pajak penghasilan kurang bayar di
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. esarnya Angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25
Besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan :
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak
Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.
Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang
terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak
penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi
pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15%
berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2% berdasarkan sewa dan
penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak penghasilan yang dipungut
sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
Pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak
masa setahun.
Tarif PPh Pasal 25
Terdapat
dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha
penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau
lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing
tempat usaha.
Wajib
Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas
atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT =
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif
PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Sampai
Rp 50.000.000 = 5%
Rp
50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
Rp
250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
Di
atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran
angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x
25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
F. PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Menurut
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar
negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal
yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib
pajak luar negeri adalah:
1. seorang individu
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2. seorang
individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
3. semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Tarif
umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty/Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif
20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
a. Dividen
b. Bunga,
termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman
c. Royalti,
sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
d. Insentif
yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah
dan penghargaan
f. Pensiun
dan pembayaran berkala
g. Premi
swap dan transaksi lindung lainnya
h. Perolehan
keuntungan dari penghapusan utang
Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
a. Pendapatan
dari penjualan aset di Indonesia.
b. Premi
asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
c. Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT)
didirikan di Indonesia.
d. Tarif
20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak,
suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.
Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
Komentar
Posting Komentar